loading...

Sunday, November 25, 2012

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DASAR


Seiring munculnya arus reformasi di segala bidang di Indonesia, pendidikan merupakan wilayah yang tidak bisa dianggap ‘enteng’ untuk segera dibenahi dan dicarikan solusi pemecahannya. Apalagi dengan melihat realitas ketertinggalan pendidikan di Indonesia dibanding negara-negara lain. Karena pada hakikatnya pendidikan masih diyakni oleh banyak kalangan sebagai upaya strategis melakukan perubahan, dan merupakan bentuk upaya ikhtiar dalam membentuk pribadi manusia serta mempersiapkan generasi muda untuk mengarungi bahtera kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Lebih-lebih, sebagaimana disebutkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 untuk pembangunan pendidikan, dunia pendidikan Indonesia sekarang ini menghadapi beberapa tantangan besar. Dan salah satu tantangan yang relevan dengan konteks internal bangsa adalah; sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah (desentralisasi), perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan atau keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong partisipasi masyarakat.
Selain beberapa tantangan tersebut, sebenarnya pendidikan di Indonesia juga masih menghadapi problem serius terutama terkait dengan image bahwa sekolah di Indonesia terkesan hanya diperuntukkan untuk golongan berduit saja (baca: kapitalistik). Hanya orang kayalah yang mampu menyekolahkan anak-anak mereka dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sementara orang-orang miskin, jangankan bisa menyekolahkan anak-anak mereka di perguruang tinggi, untuk tingkat SD/MI saja mereka sudah kewalahan.
Untuk menghadapi tantangan dari kenyataan pendidikan yang kapitalistik di Indonesia, maka diperlukan adanya satu upaya baru dalam proses belajar mengajar. Baru, dalam pengertian yang selama ini ‘melembaga’ dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan kita harus segera dibenahi dan direformasi, dalam kontek ini pendidikan tentunya bukan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berduit saja, melainkan pendidikan untuk semua (education for all). Baik itu wong sugih atau melarat (masyarakat kaya – miskin) wajib mengenyam pendidikan. Karena memang pendidikan itu pada dasarnya merupakan hak bagi mereka semua.
Jalan keluar untuk mengatasi persoalan pendidikan yang cenderung kapitalistik tersebut dengan menawarkan sekolah gratis dan diperuntukkan untuk semua golongan masyarakat, sebenarnya telah digariskan oleh undang-undang dasar negara kita yang menyatakan bahwa semua warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak, ketiadaan memperoleh kesempatan sekolah merupakan pengingkaran dari tujuan pendidikan itu sendiri yang mencakup:
a.      Pendidikan membentuk manusia seutuhnya.
b.      Pendidikan berlangsung seumur hidup baik di dalam maupun di luar sekolah.
c.       Pendidikan berdasarkan pada faktor ekologi, yakni kondisi masyarakat yang sedang membangung dengan kondisi sosial budaya serta alam Indonesia.
d.     Berdasarkan penanganan psikologis belajar modern, anak didik diakui sebagai suatu organisme yang sedang berkembang, yang berkemampuan, beraktivitas, dan berinteraksi, baik dengan masyarakat maupun dengan lingkungan.
e.      Hasil pendidikan diharapkan kelak anak didik menjadi manusia atau warga masyarakat yang terampil bekerja, mampu menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya kini dan mendatang (Paulus Mujiran, 2002: 102).
Itu artinya sebagaimana adanya alasan konstitusional yakni bunyi amandemen UUD 45 yang ‘mewajibkan’ sekolah. Maka konsep ‘pendidikan untuk semua’ sudah seharusnya dapat diimplementasikan di negara kita. Hal ini berarti sekolah harus benar-benar murah dan terjangkau oleh semua warga negara pada tiap lapisan masyarakat.

Thursday, November 22, 2012

MEMBENTUK MANUSIA SEMPURNA

Terasa mudah untuk diucapkan dan hampir semua orang tua berkeinginan kalau anak-anak mereka akan menjadi manusia dengan karakter yang satu ini, yaitu manusia sempurna (insane kamil). Lihatlah ketika para tetangga anda dikaruniai seorang anak! Mereka biasanya segera mengadakan upacara “syukuran” dengan mengundang seorang tokoh agama (kyai) dan disaksikan para kolega dan tetangga untuk mendoakan sang jabang bayi agar menjadi manusia yang baik budi pekerti, cerdas, bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan agama.
Setelah sang jabang bayi tumbuh menjadi kanak-kanak, para orang tua pun tak lupa menyekolahkan mereka di play group, TK, dan SD. Dengan harapan agar doa dan harapan memiliki anak yang shaleh dan berakhlakul karimah terwujud, yaitu anak yang dapat mikul dumur dan mendem jero terhadap orang tua. Tetapi banyak di antara orang tua lupa bahwa merealisasikan anak menjadi seperti yang “digadang-gadang” tersebut bukanlah perkara mudah. Apalagi hanya dengan mengandalkan pada lembaga sekolah saja dan tidak ada proses pendampingan dari orang tua. Padahal mendidik anak menjadi insane kamil bukan merupakan pekerjaan mudah, bukan pekerjaan yang dapat dilakukan secara serampangan. Hal ini adalah tugas dan tanggung jawab, selain sekolah dan masyarakat juga orang tua. Jadi seharusnya sekolah, masyarakat dan orang tua semua harus sinergis membentuk dan membentengi moral anak-anak mereka. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 66)
Ali bin Abi Thalib Ra telah mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa untuk sampai kea rah itu adalah dengan mendidik dan mengajari mereka (Jamal Abdur Rahman, 2005: 17). Sedangkan Abdullah Nasih Ulwan dalam kitabnya “Tarbiyatul Aulad fil Islam”, pernah mengingatkan kepada setiap orang tua bahwa anak adalah sebuah amanah. Hatinya yang suci adalah permata yang mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya seperti binatang, ia akan celaka dan binasa. Intinya, pendidikan yang baik yang diberikan orang tua, lingkungan, dan masyarakat akan sangat membantu proses pembentukan manusia kamil.
Oleh karena itu, sebagai orang tua kita wajib mencari dan menempatkan keluarga kita pada lingkungan dan pendidikan yang sangat cocok dan mendukung perkembangan logika, mental, dan spiritual mereka. Sebuah lingkungan dan pendidikan yang mampu memberikan pengetahuan dan menulari sikap dan perilaku yang baik pada anak-anak kita  sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw. Kalau kita sebagai orang tua mampu memberikan lingkungan dan pendidikanseperti ini pada permata hati kita, sesungguhnya ini merupakan kado terindah dalam kehidupan mereka. Tentang persoalan ini, terdapat sebuah hadits yang diketengahkan oleh hakim dalam Kitabul Adab juz 4 halaman 7679, yang artinya sebagai berikut:
“Tiada suatu pemberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya, selain pendidikan yang baik.”  

MISI PENDIDIKAN DASAR


Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para pendidik di sekolah dasar dalam rangka merealisasikan misi pendidikan dasar, di antaranya adalah:
Pertama, sekolah harus bersungguh-sungguh memelihara fitrah anak (al-muhafayah). Untuk melindungi prinsip ini, setiap guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga dan memelihara keadaan fitrah anak, yaitu beriman kepada Allah Swt.
Kedua, mengembangkan potensi anak (at-tanmiyah). Setiap guru wajib sadar bahwa setiap anak memiliki potensi luar biasa bila distimulasi dengan baik sejak dini, karena perkembangan intelektual anak dapat mencapai masa keemasan pada masa usia anak-anak. Anak juga memiliki keingintahuan yang kuat pada usia-usia tersebut, sehingga memungkinkan untuk memberikan banyak hal di usia dini.
Ketiga, ada arahan yang jelas (at-taujih). Setiap anak harus diarahkan menuju kesempurnaan dan kebaikan. Setiap guru wajib mendukung proses perkembangan didik anak yang masih bersifat imitasi danmencari model panutan, dengan suatu arahan yang jelas, edukatif dan sangat membant menemuka karakter manusia yang shaleh.
Keempat, bertahap (at-tadarruj). Mendidik anak tidaklah semudah membalikan telapak tangan alias “bimsalabim” dan langsung jadi seperti yang diharapkan. Tetapi mendidik anak butuh proses yang panjang, butuh keuletan, kesabaran, dan ketelatenan. Dan prinsip yang penting yang tidak boleh dilupakan oleh setiap guru dalam mendidik anak-anak agar memperoleh hasil yang optimal adalah at-tadarruj atau tahapan dalam mendidik. Setiap guru perlu mengajarkan kepada anak-anak suatu materi yang mudah terlebih dahulu, baru menuju materi yang berat. Di samping perlu memperhatikan materi apa yang layak dan patut diajarkan kepada anak-anak, tentu saja disesuaikan dengan perkembangan usia mereka.



PENDIDIKAN DASAR




Membicarakan tentang pendidikan dasar, ada sebuah wasiat yang indah yang perlu kita ketahui dan amalkan. Wasiat itu disampaikan oleh salah seorang sahabat Rasul yang bernama Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: “Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu”. Memperhatikan pesan ini, kita semakin diyakinkan betapa pentingnya mempersiapkan generasi-generasi/anak cucu kita untuk kehidupan di masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin (Juz III), bahwa mempersipkan anak-anak untuk hari depan mereka tersebut adalah kewajiban para orang tua. Sebab anak-anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. “Hatinya yang masih suci itu merupakan permata paling mahal yang bersih dan suci dari segala coretan dan lukisan, dia dapat menerima apa saja yang dicurajkan kepadanya dan dapat menyenangi apa saja yang diberikan kepadanya. Jika anak dibiasakan dengan yang baik dan diajarkan, maka ia akan tumbuh berkembang sesuai dengan kebaikan itu”.
Adapun sarana yang paling efektif untuk mempersiapkan dan mendukung tercapainya tujuan mempersiapkan generasi yang shaleh adalah melalui pendidikan. Hal tersebut mengingat pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalui ingin berkembang dan berubah. Sehubungan dengan persoalan ini, menurut ilmu psikologi manusia sesungguhnya dikatakan sebagai makhluk psycho-pysics neutral karena manusia memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Di dalam kemandiriannya itu manusia mempunyai potensi dasar atau kemampuan dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan itu memerlukan adanya bimbingan dan pendidikan.
Semua proses yang dilakukan dalam pendidikan pada hakekatnya adalah membentuk akhlak yang terpuji pada diri anak. Melalui pendidikanlah memungkinkan adanya suatu usaha yang sistematis untuk merekayasa sedemikian rupa dalam membentuk watak dan karakter seorang anak seperti apa yang diinginkan. Sebab menurut Syeh Mustofa Al-Ghulayani (1949: 189), pendidikan adalah menanamkan budi pekerti yang utama dalam jiwa siswa, menyiramnya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga tertancap kuat dalam jiwa dan membuahkan keutamaan, kebaikan, dan cinta perbuatan untuk kemanfaatan tanah air.
Karena pendidikan adalah sebagai sebuah proses pengembangan potensi anak didik dan membentuk watak, maka disini pendidikan dasr mempunyai peranan yang sangat vital. Sebab pada pendidikan dasr, peserta didik dipandang sebagai makhluk yang perlu bantuan dalam mengembangkan dirinya kea rah kemandirian sebagai manusia dewasa. Tahap pendidikan dasar ini adalah ranah dimana potensi yang ada membutuhkan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi sosio-kultural, keyakinan spiritual, potensi inteektual, daya imaginal dan emosional, serta potensi-potensi kemanusiaan lainnya yang sangat kompleks.

MENGAHAYATI MAKNA IBADAH




Kemajuan sains dan teknologi semestinya makin menambah kesyukuran dan ketundukan kepada Sang Pencipta. Yang terjadi justru sebaliknya, makin banyak nilai-nilai yang tergeser. Memang, kemajuan ilmu pengetahuan yang tanpa didasari iman, akan mengantarkan manusia pada perilaku yang menyimpang, melakukan penghambaan diri terhadap akal. Akal kerap kali diposisikan di atas segala-galanya. Agama yang semestinya menjadi kebutuhan mendasar bagi rohani malah dianggap penghambat kemajuan zaman. Manusia-manusia cerdik tapi tak beriman itu tidak memahami tujuan keberadaannya di dunia ini: beribadah kepada Allah Swt.
Ibadah yang merupakan kebutuhan asasi rohani manusia hanya diidentikan dengan symbol-simbol lahir semata. Tidak sedikit dari umat ini yang belum menyadari urgensi ibadah. Banyak kalangan muda begitu gampang berseloroh, bahwa ibadah itu urusan lima puluh tahun ke atas. Bahkan, sebagian orang tua yang ikut-ikutan, mengidentikan bahwa ibadah sebatas di Mesjid. Sedang di luar, orang bebas berbuat apa saja. Lebih tragis lagi, ada anggapan biarlah masa muda dipuaskan dengan maksiat, di masa tua tinggal taubat. Boleh jadi ungkapan tersebut hanya sebatas gurauan semata. Tapi, boleh jadi ia juga dimaksudkan serius. Tak pelak, fenomena ini makin melahirkan insane-insan yang bermental hipokrit, hubbud dunya wa karahiyatul maut (cinta dunia dan takut mati).
Setiap individu muslim harus mengerti tujuan ibadah secara universal. Tentu saja, itu dilakukan dalam rangka memperjelas arah visi dan misi muslim dalam mengarungi bahtera keidupan dunia ini. Hal ini juga ditujukan untuk makin meningkatkan kualitas spiritual.

Secara sederhana, ibadah seorang muslim yang dilakukan sehari-hari mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah: Pertama, sebagai santapan rohani manusia. Manusia dalam mencapai kebutuhannya tidak saja terkait dengan hal-hal yang bersifat lahiriah, tetapi lebih esensial lagi, ia terkait erat dengan kebutuhan fundamental dan substansial: ruhiyah. Bila kebutuhan manusia yang satu ini terpenuhi secara baik dan proporsional, maka manusia akan menemukan kehidupan dan kemuliaan hakiki dalam hidup ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kebutuhan ruhiyah bagi setiap manusia tidak dapat dielakkan lagi. Secara fitri dan nurani, manusia membutuhkan sandaran vertical pada Sang Pencipta. Itu hanya bias diimplementasikan melalui aktualisasi ‘ibadah’. Karenanya, hati manusia tak kan pernah baik, tentram dan bahagia, kecuali bila kedekatannya senantiasa ditautkan degan Rabbul ‘alamin.”
Kedua, ibadah  jalan kebebasan. Orang sering salah kaprah dalam menyikapi makna “kebebasan”. Agama (Islam) oleh sebagian orang modern dianggap mengikat kebebasan hak asasi manusia. Padahal bila dicermati dengan seksama, ideology-ideologi itulah yang menjadikan manusia terbelenggu dalam kehidupan ini. Konsep-konsep ideology buatan manusia telam menjerumuskan manusia ke dalam penghambaan diri kepada thagut.
Ketiga, ibadah menempa keunggulan manusia dalam menghadapi tantangan hidup ini. Kehidupan riil dunia yang kita jalani pada hakikatnya bukanlah tujuan dan tempat perjhentian terakhir. Ia hanyalah “terminal transit” menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Ini menjadi keyakinan fundamental bagi setiap individu muslim. Dalam mengarungi bahtera yang luas ini, banyak aral yang harus dihadapi manusia. Untuk itu, Allah Swt melalui Rasul-Nya menggariskan syari’at ibadah sebagai sarana penempaan diri dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Keempat, ibadah adalah hak Allah Swt terhadap hamba-Nya. Dengan merenungi sejenak tentang keberadan kita sebagai manusia dapat menjadikan kita rendah hati. Tak dapat dipungkiri, sebagai manusia kita mengalami suatu fase di mana dahulu kita belum menjadi “sesuatu”, lalu dengan kekuasaan-Nya Dia menjadikan kita sebagai “sesuatu”. Setelah kita lahir ke dunia, eksistensi kita makin diperkuat oleh Allah Swt sebagai yang termulai dan mempunyai wibawa tinggi di antara makhluk-makhluk lainnya. Sebagai manusia, kita diciptakan dalam bentuk rupa yang baik. Dengan karunia akal, Allah menjadikan manusis sebagai makhluk unggulan. Ini adalah karunia besar yang harus disyukuri. Sebagai bukti rasa syukur itu, kita wajib memenuhi hak Allah dengan semestinya, beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. Sebab, ibadah itu merupakan hak Khaliq (Sang Pencipta) yang sifatnya muytlak atas seluruh hamba-Nya.
Muadz bin Jabal ra meriwayatkan, “Aku pernah berboncengan dengan Nabi Saw dalam berkendaraan. Lalu beliau bersabda kepadaku, “Wahai Muadz! Tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-Nya? Aku menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda, “Hak Allah atas hamba-Nya adalah ia beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pemahaman yang baik terhadap berbagai tujuan ibadah ini dapat menegaskan kesadaran kita tentang tujuan hidup di dunia. Agar kita termasuk dalam hamba-Nya yang pandai bersyukur. Semoga.

Hukum Bom Bunuh Diri Di Medan Perang/Jihad



Pikeun medan jihad saperti di Palestina,kadang-kadang ku cara saurang atawa leuwih muslim asup ka tengah-tengah pasukan musuh/kafir bari mawa bom terus dibitukeun.Kumaha hukum ngabitukeun sorangan saperti kieu,naha kenging?
Jawaban:
Aksi bom bunuh diri nu sering dilakukeun ku kaum muslimin Palestina salaku perlawanan kana kakejaman Yahudi Israel dimeunangkeun, bahkan kaasup pagawean nu kacida mulia lamun diyakini berdampak positif kana Islam sareng kaom muslimin. Saperti musuh bisa tiwas, pikeun muka panto kanggo tentara Islam, pikeun ngabakar semangat urang Islam atawa nunjukkeun ka musuh yen Urang Islam ridoeun maot demi agamana jsb.
Referensi:
-- Abu Abdillah al-Qorthubi, Al-jami' fi Ahkam al-Qur'an : 2/363-364
-- Tafsir Fakhr al-Rozi : 1/148-149
Ta'bir:
قال ابن خويز منداد : فأما ان يحمل الرجل على مائة او على جملة العسكر او جماعة اللصوص والمحاربين والخوارج فذلك حالتان: ان علم او غلب على ظنه ان سيقتل من حمل عليه وينجو فحسن وكذالك لو علم وغلب على ظنه ان يقتل ولكن سينكى نكاية او سيبلى اويؤثر اثرا ينتفع به المسلمون فجائز ايضا.
وقال محمد ابن الحسن لو حمل رجل واحد على الف رجل من المشركين وهو وحده لم يكن بذالك بأس اذا كان يطمع في نجاة او نكاية في العدو الى ان قال- فإن كان قصده تجرئة المسلمين عليهم حتى يصنعوا مثل صنعيه فلا يبعد جوازه ولان فيه منفعة للمسلمين . واذا كان قصده ارهاب العدو او وليعلم صلابة المسلمين في الدين فلا يبعد جوازه واذا كان فيه نفع للمسلين فتلفت نفسه لإعزاز دين الله وتوهين الكفر فهو المقام الشريف الذي مدح الله به المؤمين في قوله تعالى "ان الله اشترى من المؤمنين انفسهم" الاية الى غيرها من ايات المدح التي مدح الله بهامن بذل نفسه . (الجامع لاحكام القرأن/361-362)
(وثانيهما) المراد من قوله "ولاتلقوا بأيديكم الى التهلكة" أي لا تقتحموا في الحرب بحيث لا ترجون النفع, ولا يكون لكم فيه الا قتل انفسكم فإن ذلك لا يحل . (تفسير فخر الرازي/149

Oge dina Kitab Mausu'ah:

الموسوعة الفقهية 6 ص : 285 – 286

ثانيا هجوم الواحد على صف العدو : 11 اختلف الفقهاء فى جوار هجوم رجل من المسلمين وحده على العدو مع التيقن بانه سيقتل فذهب الما لكية الى جواز اقدام الرجل المسلم على الكثير من الكفار ان كان قصده اعلاء كلمة الله وكان فيه قوة وظن تأثيره فيهم ولو علم ذهاب نفسه فلا يعتبر ذلك انتحارا – الى ان قال – وكذلك لو علم وغلب على ظنه انه يقتل لكن سينكى نكاية او سيبلى او يؤثر أثرا ينتفع به المسلمون ولا يعتبر هذا القاء النفس الى التهلكة المنهي عنه بقوله تعالى ولا تلقوا بأيديكم الى التهلكة – الى ان قال – كذلك قال ابن العربى والصحيح عندى جوازه لآن فيه اربعة اوجه الاول طلب الشهادة الثانى وجود النكاية الثالث تجرئة المسلمين عليهم الرابع ضعف نفوس الآعداء ليروا ان هذا صنع واحد منهم فما ظنك بالجميع


Hartina : Ka dua asupna hiji jalma kana barisan musuh. Para Fuqoha’ beda pendapat ngeunaan meunangna hiji jalma ti kaom muslimin asup kana barisan pasukan musuh kalawan kayakinan manehna bakal terbunuh. Ulama’ madzhab Maliki berpendapat yen meunang saurang muslim ngadatangan pasukan kafir dina jumlah nu loba lamun bertujuan ngaluhurkeun kalimah Allah sareng manehna boga kakuatan jeung persangkaan ayana pangaruh di kalangan jalma-jalma kafir sanajan manehna yakin bakal kaleungitan nyawa, maka nu saperti kitu teu dianggap bunuh diri. – dugi kana kasauran Mushonnif- kitu oge lamun manehna yakin jeung nyangka kalawan kuat yen manehna bakal dibunuh tapi manehna bakal bener-bener bisa ngelehkeun/ ngahancurkeun/nimbulkeun pangaruh nu bisa manfaat pikeun kaom muslimin. Tindakan saperti ieu teu dipandang ngagebruskeun sorangan kana kabinasaan nu dilarang ku dawuhan Allah (hartina) : “ Aranjeun ulah ngaragragkeun diri aranjeun kana kacilakaan “. – dugi kana kasauran Mushonnif- Ibnul ‘Arobi nyaurkeun : nu shohih nurutkeun simkuring tindakan eta meunang karena ngandung opat aspek (1) Ngaharepkeun maot syahid (2)Ayana kameunangan (3) Ngajadikeun wani umat Islam ngalawan urang kafir sareng (4) ngalemahkeun mental musuh.

Wednesday, November 21, 2012

KARAKTERISTIK GURU TELADAN




A.    Karakteristik Akidah, Akhlak, dan Perilaku Guru
1.      Harus mempunyai akidah yang bersih dari hal-hal yang bertentangan dengannya (bid’ah dan kesesatan) atau mengurangi kesempurnaannya.
2.      Konsisten menjalankan ibadah-ibadah wajib, menjaga ibadah sunnah semampunya, menjauhi hal-hal haram, dan menghindari hal-hal makruh sebisanya, baik itu dengan perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin.
3.      Merasa diawasi Allah Swt (muraaqabah) baik dikala sendiri maupun di tengah keramaian, mengharap pahala-Nya, takut kepada azab-Nya, konsisten dalam perilaku, melakukan muhasabah (introspeksi) atas kelalaian dan kesalahan, melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas agama anda, serta menutupi kekurangan dan menambal kesalahan sebisa mungkin.
4.      Menyadari kekurangan. Jangan tertipu dan lupa diri dengan pujian orang lain. Jangan sampai timbul perasaan ujub dan ghurur dalam diri anda, karena orang yang tawadhu akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt.
5.      Memiliki motivasi dalam mengajar:
a.      Menyebarkan ilmu dan mencari pahala
b.      Mencontoh teladan Rasulullah Saw dan melaksanakan perintah beliau
6.      Berakhlak mulia, berkelakuan baik, dan menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan hal itu, baik di dalam maupun di luar kelas.
Berikut ini beberapa akhlak dan etika yang patut dimiliki seorang guru di luar sekolah, di antaranya:
1.      Zuhud, tidak terpesona oleh keindahan dan kenikmatan dunia. Tapi, harus diketahui bahwa mengambil barang duniawi yang diperlukan untuk memenuhi hajat vitalkehidupan secara wajar tidak bertentangan dengan nilai zuhud dan qana’ah.
2.      Mengatur waktu. Berusaha agar tidak ada waktu yang terlewatkan tanpa mendatangkan manfaat duniawi dan ukhrawi, seperti membaca al-qur’an, menambah ilmu dan wawasan, terutaman yang terkait dengan spesialisasi anda, serta menajalankan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan rumah tangga.
3.      Mengabdi kepada masyarakat dan membantu orang lain, jika anda bisa dengan sikap lembut dan tawadhu. Namun, jangan sampai hal itu mengalahkan tugas utama anda, yakni pendidikan. Juga harus dijaga jangan sampai menimbulkan kehinaan atau menurunkan prestise anda.
4.      Menjauhkan diri dari rejeki yang rendah (hina) secara fitrah dan yang makruh secara syara’. Menghindarkan diri dari perkara-perkara syubhat, seperti melakukan sesuatu yang mengurangi muru’ah atau sesuatu yang terlarang dilakukan secara terbuka meski boleh dilakukan secara tersembunyi. Itu semua agar anda tidak menjadi bahan gunjingan atau kritikan serta cemoohan orang lain, terutama siswa-siswa anda.
Berikut ini beberapa akhlak dan etika yang patut dimiliki seorang guru di dalam kelas, di antaranya:
1.      Niat ibadah kepada Allah Swt dengan mengajarkan ilmu. Memiliki tujuan untuk menyebarkan ilmu dan menghidupakan akhlak mulia.
2.      Jangan mengandalkan kemampuan dan usaha anda belaka dalam mengajar. Harus berdoa dan meminta taufik serta pertolongan Allah Swt untuk melaksanakan tugas anda.
3.      Saat mengajar, harus menjaga akhlak. Harus beretika yang baik. Jangan cepat marah, kendalikan emosi ketika marah.
4.      Di dalam kelas, anda harus berwibawa, tenang, khusyu, tawadhu, dan menunjukan vitalitas dan keuletan agar para siswa tidak merasa bosan atau malas.
5.      Harus menjadi teladan siswa dalam segala perkataan, perbuatan,dan perilaku. Anda harus selalu jujur, adil berkata baik, dan memberi nasihat serta pengarahan kepada anak didik anda. Disamping itu, anda harus komitmen dengan waktu pelajaran, dan berusaha agar perbuatan sesuai dengan ucapan.
6.      Harus menjaga harga diri. Jangan mengulurkan tangan meminta bantuan orang lain dalam urusan-urusan pribadi sebab itu akan menimbulkan kehinaan.

B.     Karakteristik Yang Berkaitan Dengan Penampilan Guru
Sebagai guru kita harus memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang berhubungan dengan penampilan, di antaranya sebagai berikut:
1.      Bebas dari penyakit menular dan menjijikan.
2.      Suara yang bersih dan tidak cacat berbicara, seperti gagap, cadel, atau volume suara yang rendah.
3.      Memperhatikan penampilan. Guru harus berpenampilan rapi, tapi harus dalam batas yang wajar, tidak berlebihan:
a.      Menjaga hal-hal yang tergolong khisaalul fitriah, seperti memotong kuku, menyisir, dan merapikan rambut.
b.      Komitmen dengan pakaian syar’I, seperti menutup aurat, lebar, tidak transparan, diatas mata kaki, dan tidak menyerupai pakaian manusia-manusia rendah seperti Yahudi dan orang-orang barat, juga bukan pakaian ketenaran dan sejenisnya.
c.       Membersihkan badan dan pakaian serta mengenakan pakaian orang yang berwibawa dan tawadhu.
d.     Menggunakan siwak untuk menghilangkan bau mulut dan memakai minyak wangi jika ada.

C.    Karakteristik Profesional Seorang Guru
Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Risalah yang diemban guru sangat sangat agung. Seorang guru harus memiliki bekal dan persiapan agar dapat menjalankan profesi dan risalahnya. Ada beberapa keterampilan yang hendaknya dimiliki seorang guru dan dibutuhkan dalam proses pembelajaran, yakni sebagai berikut:
1.      Menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya dan mampu memberikan pemahaman kepada siswa dengan baik.
2.      Bagi seorang guru, mengajar harus atas kemauannya sendiri (sukarela). Dan seharusnya tidak mengajar jika tidak menginginkannya, sebab dia akan selalu berpikir untuk meninggalkan profesinya dan mencari pekerjaan yang lain.
3.      Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani profesi mengajar, seperti pemikiran yang lurus, bashirah yang jernih, tidak melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap, dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis.
4.      Guru harus menguasai cara-cara mengajar dan menjelaskan.
5.      Guru harus memenuhi syarat-syarat penyampaian pelajaran yang baik, baik pada saat pemberian pengarahan atau pada saat menjelaskan suatu mata pelajaran kepada siswanya. Di antara syarat-syarat itu adalah suara yang sedang  (tidak terlalu rendah, tidak terlalu tinggi), perlahan dalam menyampaikan, dan mengulang pembicaraan ketika dirasa perlu.
6.      Sebelum memasuki pelaaran, guru harus siap secara mental, fisik, waktu, dan ilmu (materi).

Rahib dan Iblis

Dikalangan Bani Israil hiduplah seorang Rahib yang bernama Barsisha yang tekun beribadah. Pada masa itu hidup juga tiga orang laki-laki bersaudara. Mereka mempunyai adik perempuan satu-satunya yang masih gadis. Ketika tiga laki-laki tersebut mendapat perintah dari sang raja untuk ikut berperang, mereka sepakat menitipkan sang adik kepada Barsisha. Semula Barsisha menolak. Namun ketika didesak, akhirnya ia menerima dan menempatkannya di sebuah rumah di depan biaranya. Selama beberapa hari sang Rahib membiarkan gadis itu tinggal di rumah tersebut tanpa diusiknya. Setiap hari sang rahib meletakkan makanan di pintu biaranya dan membiarkan si gadis keluar sendiri mengambil makanannya. Rahib sendiri buru-buru menutup pintu biara sebelum gadis itu datang. Hal itu berlangsung beberapa hari. Sampai akhirnya Iblis dating menggoda. Ia menawarkan kebaikan yang lebih besar kepada si Rahib dengan menyuruh mengantarkan makanan ke depan rumah si gadis. Mulanya rahib ragu, namun karena terus didesak akhirnya ia mulai keluar biara dan berjalan ke pintu rumah si gadis. Kemudian iblis dating lagi seraya menawarkan kebaikan yang lebih besar. “Mengapa engkau tidak datang dan berbicara langsung dengan gadis itu. Tentu pahalanya lebih besar,” ujar si iblis. Walau awalnya menolak, lama ke lamaan si rahib mengikuti anjuran iblis. Hari demi hari ia semakin akrab dengan si gadis. Mereka sering ngobrol dan bercanda. Sampai akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Sang rahib berzina dengan gadis itu, dan akhirnya hamil lalu melahirkan anak laki-laki! Iblis kembali dating membujuk. “Kalau ketiga saudara itu datang, engkau mau bicara apa? Untuk menghilangkan jejak, mengapa engkau tidak bunuh saja bayi itu,” ujar iblis. Benar! Sang rahib itu benar-benar melakukan anjuran si iblis. Ia membunuh bayi laki-lakinya. Baru saja bayi itu terkubur, iblis datang lagi, “Apakah engkau menjamin perempuan itu tidak akan memberitahu ketiga saudaranya? Mengapa tidak engkau bunuh juga dia? Engkau akan lenih aman,” ujar iblis. Mulanya sang rahib ragu. Namun akhirnya ia menuruti juga saran iblis. Ia membunuh wanita itu dan menguburkannya dekat kuburan bayinya. Setelah ia kembali ke biara dan beribadah. Ketika ketiga laki-laki bersaudara itu datang, rahib menceritakan tentang kematian adik perempuan mereka dengan wajah sedih. Ia juga menunjukan makamnya. Malam harinya, ketiga laki-laki itu sama-sama bermimpi. Mereka didatangi iblis yang berwujud seorang musafir. Ia memberitahu ketiganya bahwa rahiblah yang membunuh adik mereka, yang sebelumnya dihamili. Paginya mereka segera mendatangi sang rahib. Mulanya rahib membantah. Namun ketika kuburan digali, mereka menemukan bekas luka di leher di wanita itu dan mereka menemukan juga mayat bayi laki-laki. Sang rahib dipecat dan dihukum gantung. Sebelum tiba hari hukuman, iblis datang menawarkan kebaikan seraya berkata, “Selama ini akulah yang menyuruhmu. Kalau mau selamat dari tiang gantungan, kafirlah terhadap Allah.” Sang rahib menyatakan kafir terhadap Allah. Namun, bagitu kafir iblis lari dan meninggalkannya sambil tertawa puas.

Tuesday, November 20, 2012

MENEBAR CINTA

Cinta dan kasih sayang adalah ruh kehidupan. Itulah yang menjelaskan mengapa dalam banyak kesempatan Nabiullah Muhammad Saw selalu berusaha mempatrikannya di dada umatnya. "Orang-orang yang punya rasa kasih sayang, Allah Yang Maha Sayang akan sayang kepada mereka," ungkap beliau suatu ketika. Di lain kesempatan, kekasih Allah Yang Agung ini juga bersabda, "Sayangilah penghuni bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian." Sungguh sebuah ungkapan cinta dan kasih sayang yang sarat makna. Yusuf Qardhawi, seorang pemikir dan ulama besar abad ini pernah menukil perkataan seorang bijak, "Seandainya cinta dan asih sayang telah berpengaruh dalam kahidupan maka manusia tidak memerlukan lagi keadilan dan undang-undang!" Tak berlebihan, sebab mungkinkah huru-hara dan kekacauan di dunia itu terjadi, jika cinta dan kasih sayang terlah wujud dalam kehidupan kita? Cinta dan kasih sayang kepada sesama yang terbingkai dalam cinta murni kepada Sang Khalik. Sungguh hanya Allahlah dzat tempat kita menggantungkan segala rasa dan cinta. Dan Allah pulalah yang berhak menanamkan dan mencabut cinta dari dalam lubuk hati kita. Allah berfirman: "Sekiranya kalian infakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kalian takkan mampu mempersatukan hati-hati mereka (manusia), tetapi Allahlah yang mempersatukan hati mereka" (QS Al-Anfal: 63). Dengan apa Allah mempersatukan hati dan jiwa mereka? "Dengan cinta dan kasih sayang yang ia berikan kepada hamba-Nya," ungkap Muhammad Quthb. Ayat ini menegaskan betapa harta benda tidak cukup mempertautkan hati. Tidak pula berbagai sistem ekonomi serta kondisi kebendaan (materialisme). Kalaupun itu terjadi, ia pastilah ikatan cinta semu, sebatas terpenuhinya sebuah kepentingan. Tentu saja cinta model ini (cinta atas motivasi keduniaan) pasti binasa dan fana, jika ia tidak dilengkapi serta dibungkus jiwa yang lembut, yang disinari roh ilahi. Itulah rasa cinta dan kasih sayang yang sejati. Kasih sayang yang mendorong senyum yang merekah, dan wajah ceria saat bertemu sesama. itulah shadaqah yang lahir dari keikhlasan cinta dan kasih sayang. Sebab cinta dan kasih sayang tidak mungkin terpancar dari orang yang gersang dari keduanya. "Faaqidussyaa'i laayu'ti", sesuatu yang tak punya apa-apa, tak akan mampu memberi apa-apa, begitu kata pepatah Arab soal ini. SULITKAH MENEBAR CINTA? Konsep cukup sederhana untuk itu ditawarkan Rasulullah Saw dalam sabdanya, "Maukah kalian kutunjukkan satu hal yang apabila kalian lakukan pasti kalian saling mencintai? Sebarkan salama diantara kalian." (HR. Muslim. Imam Nawawy (dalam Kitab Riyadush Shalihin: 328) kemudian menyebut hadits yang merinci tahapan-tahapan untuk menumbuhkannya; Sebarkan salam, berikan makan (pada mereka yang membutuhkan), sambung tali persaudaraan, shalatlah (malam) ketika manusia terlelap dalam tidurnya, niscaya kalian akan masuk surga dalam kedamaian. (HR. Tirmidziy). Sudahkah semua itu kita lakukan? Sudahkah kita menghayati secara dalam ucapan salam kita serta mewujudkan dengan memaksimalkan pesan cinta dan kasih sayang yang ada di dalamnya? Mari kita jawab semua ini dengan nurani cinta yang jujur!

Saturday, November 17, 2012

Hukum Bobogohan dina Islam

kama qola Ust Asep Muhammad Ali Nurdin: Konsep Bobogohan anu Islami. Emang aya ? •• Manusa eta makhluk sosial nu ngadambakeun hirup damai sareng harmonis sahingga normal lamun manusa ngalaman tertarik ka lawan jenisna. Motivasi pikeun bisa ngenal karakter, nyamikeun pandangan hirup sareng alesan lainnna sering dijadikeun alesan pembenaran pikeun ngalakukeun bobogohan bahkan sababaraha pemikir aya nu rada peduli kana kalestarian norma-etik sosial sahingga ngarumuskeun konsep "Pacaran Islami" Kumaha sabenerna konsep Islam ngatur hubungan sapasang remaja nu keur jatuh cinta ? Allah SWT ngadawuh dina AlQuran "Dijadikeun indah dina (pandangan) manusa kacintaan kana naon-naon nu dipikahayang, nyaeta: awewe-awewe, anak-anak, harta nu loba tina jenis emas, perak, kuda pilihan, sato ingon-ingon jeung sawah kebon. Eta kasenangan hirup di dunia jeung di sisi Allah tempat pangbalikan anu alus (surga)" (QS. 3:14). Dina redaksi ayat di luhur dijelaskeun yen dina diri manusa memang tos dipelak binih-binih CINTA nu hiji waktu bisa jadi nalika manggihan kacocokan jiwa. CINTA dina Islam teu dilarang karena eta aya di luar wilayah kendali manusa bahkan CINTA ngarupakeun anugerah nu kudu disyukuri ku nga-ekspresikeun jeung ngabinana saluyu norma-etik syariat. Islam kalawan universal ajarannana geus ngatur sakabeh hubungan manusia naha secara vertikal (Hablun min Allaahi) atawa horizontal (Hablun min An Naasi) teu terkecuali hubungan sapasang anak manusa nu keur katarajang ASMARA. Istilah bobogohan sacara harfiyah teu dikenal dina Islam, karena konotasi tina kata-kata ieu leuwih mengarah kana hubungan memeh nikah nu leuwih intim tina sakadar media saling kenal. Islam nyiptakeun aturan nu kacida indah dina ngatur hubungan lawan jenis nu keur jatuh cinta nyaeta ku konsep Khitbah/Narosan. Khitbah eta hiji konsep 'Pacaran Berpahala' tina dispensasi agama salaku media nu legal pikeun hubungan lawan jenis pikeun saling kenal samemeh mutuskeun ngajalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ieu dianjurkeun pisan pikeun saurang nu tos menaruh hati ka lawan jenis jeung ngamaksud pikeun nikah tapi hubungan ieu kudu tetep dipager di jero nilai-nilai kasholehan sahingga kadeukeutan hubungan nu bisa nimbulkeun potensi fitnah berarti tos di luar konsep ieu. Nikah dina Islam sanes sakadar pikeun ngabahekeun hasrat seksual tapi ngarupakeun peristiwa sakral nu nepungkeun dua katagoris beda dina hiji bahtera tanggung jawab, hak jeung kawajiban pikeun babarengan ngabina jeung ngarungi MAGHLIGAI CINTA nyambung estafet kahirupan dina mangsa kahareup. Nikah ngarupakeun ibadah nu dianjurkeun agama demi ngajalin kabahagiaan babarengan dina kahirupan bahkan nepi ka hirup deui. Sakitu sakralna makna pernikahan maka khitbah ngarupakeun konsep urgen pikeun ngajembatani kemungkinan kana terjadina kakecewaan di kadua belah pihak samemeh terjadi ikrar nikah. Lantaran proporsi fundamental khitbah ngan ukur salaku lengkah nu ngarupakeun sarana tahap saling kenali maka legalitas kadeukeutan hubungan dina konsep ieu ngan sabates ningali raray jeung dampal panangan karena rahasia fisik jeung kapribadian hiji jalma tos bisa dimonitor jeung disensor tina aura raray jeung dampal panangan. Di handap ieu sababaraha Hadits Nabi nu ngameunangkeun ningali awewe nu ditarosan dina bates-bates anu tangtu : * “Saurang istri sumping ka Rosululloh SAW teras nyarios: “He Rosululloh, abdi sumping pikeun masrahkeun diri abdi ka Gusti! Rosul teras ngangkat pandangan ka manehna jeung nengetan kalawan taliti. Teras anjeuna tungkul ku rarayna. Eta istri teras ngartos yen Rosululloh SAW teu minat ka dirina, maka manehna teras calik. Teras bangkitlah aya saurang lalaki anu ngadeg ti sahabat anjeuna teras nyarios : “He Rosululloh, upami Gusti teu minat maka pek nikahkeun ka abdi” (H.R Al-Bukhori, Muslim sareng An-Nasa'i) * “Hiji waktos kuring nuju caket sareng Rosululloh SAW, teras sumping saurang lalaki ngawartoskeun ka mantenna yen manehna hoyongeun nikah ka saurang istri Anshor. Rosululloh ngadawuh ka manehna: “Naha anjeun geus ningali eta istri?” “Teu acan!” saur manehna. Mantenna ngadawuh: “Lamun kitu tepungan jeung tingali ku anjeun eta istri Anshor karena dina mata maranehna aya hiji perkara.” (H.R Ahmad sareng Imam Muslim) * “Upami salah saurang aranjeun narosan hiji istri maka lamun manehna bisa ningali hiji perkara ti eta istri nu bisa ngadorong pikeun nikah ka eta istri maka pek lakukeun.” (H.R Abu Dawud sareng Al-Hakim) Leuwih ti eta dina "Pacaran Berpahala" ieu oge dimeunangkeun calik ngobrol sasarengan satungtung teu nepi kana kategori kholwat (mojok,paduduaan), saperti kalawan disyaratkeun kudu aya pihak ka tilu nu bisa ngalindungan tina fitnah,karena kumaha bae oge istri nu ditarosan eta masih Ajnabiyah,teu acan halal. Jadi konsep dina Islam dina ngatur hubungan hubungan sapasang rumaja nu keur jatuh cinta sanes ku hubungan tanpa bates atawa pacaran islami nu diawali ku "Basmalah" sareng di akhiri ku "Hamdalah" tapi hubungan nu dibingkai ku nilai-nilai pekerti luhur sareng dihiasi ku Fitroh Kaindahan (baca : Kasholehan) Wa Allaahu A'lamu bi As-Showaabi