loading...

Wednesday, March 27, 2013

Manusia: Makhluk Paling Indah dan Berderajat Paling Tinggi


Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi, atau kiranya di seluruh semesta ciptaan Tuhan. Apakah artinya predikat “paling indah” dan “paling tinggi” itu? Hakikat keindahan artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian, predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada sesuatu ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan di mana pun dan pada saat apa pun, baik bagi dirinya sendiri, maupun makhluk lain.
Keindahan manusia berpangkal pada diri manusia itu sendiri. Diri manusia memang indah, baik fisiknya, maupun dasar-dasar mental dan kemampuannya. Tingkah laku dan karya-karya manusia pun indah sepanjang tingkah laku dan karya-karyanya itu dilandasi oleh keindahan fisik dan dasar-dasar mental serta kemampuannya itu.
Lihatlah keadaan fisik manusia, “seburuk-buruknya” keadan fisik seseorang masih jauh lebih baik atau lebih indah daripada seekor binatang yang paling cantik sekalipun. “Indah” di sini dimaksudkan bukan semata-mata dari segi bentuk atau wujud penampilannya, tetapi lebih lagi dari segi maknanya.
Seorang manusia dan seekor burung sama-sama mempunyai mata, tetapi mata manusia memiliki makna jauh lebih luas, lebih tinggi, dan lebih kompleks, dan lebih komplit. Fungsi mata burung pada dasarnya hanya untuk melihat benda-benda di sekitarnya dalam radius amat terbatas, namun mata manusia, selain untuk melihat benda-benda di sekitarnya, juga mempunyai fungsi-fungsi lain yang apabila dikombinasikan dengan upaya pembudayaan akan mampu menghasilkan karya-karya yang luar biasa, dalam bidang ilmu, teknoogi, dan seni.


BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


Sadarilah, orang tua adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kita. Untuk menggugah kesadaran kita, sekali-kali bertanyalah kepada mereka. Tanyakan kepada Ibu: “Bagaimana ibu berjuang merawat dan menjagaku sampai sekarang?” Tanyakan kepada bapak: “Bagaimana bapak berjuang keras memenuhi kebutuhanku dari dulu sampai sekarang?”
Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang bayi lahir dari rahim ibu? Cobalah kamu cari jawabannya! Sesudah itu renungkan pertanyaan berikut: “Bagaimana aku bisa hidup seperti sekarang ini?”
Keberadaan kita sekarang ini dimulai dari proses yang panjang. Ada yang dimulai dari perbuatan “iseng” antara seorang laki-laki dan perempuan. Maksudnya hanya senang-senang sebelum nikah, tapi Allah mentakdirkannya menjadi anak. Ada yang diawali proses alami setelah menikahnya seorang laki-laki dan perempuan, satu tahun atau dua tahun langsung Allah mentakdirkannya terjadi pembuahan, jadilah anak. Tetapi ada juga anak yang kehadirannya melewati proses yang luar biasa, butuh waktu yang lama dan bertahun-tahun. Orang tua harus menempuh perjalanan yang berliku dan cara-cara luar biasa, dengan berbagai teknik dan perjuangan fisik serta menelan biaya yang tidak sedikit. Itulah yang sering dikatakan sebagai “anak emas”.
Sesudah positif, ibu kita dinyatakan hamil, betapa girangnya orang tua yang memang benar-benar menghendaki kehadiran kita. Sejak saat itu seluruh perhatian dicurahkan kepada kita. Ibu kita selalu menjaga kesehatan dirinya dan diri kita, memperhatikan makanan, berhenti bekerja, rajin merawat diri, tidak boleh stres, dan sebagainya. Betapa capeknya ibu kita seperti yang digambarkan Allah, “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, dan bawaannya mau muntah terus. Kadang berbuat yang aneh-aneh dan tidak masuk akal. Itulah yang dialami ibu kita ketika “ngidam”.
Bersyukurlah kita semua yang mempunyai orang tua yang bertanggung jawab, ibu yang memberikan asi hingga usia 2 tahun, yang merawat dengan penuh kasih sayang, yang rela melakukan apa saja demi anaknya. Subhanallah!
Kita bisa membayangkan bagaimana jadinya kita jika tidak mendapat perhatian orang tua, seperti bayi-bayi yang dicampakkan  orang tuanya di tempat pembuangan sampah. Betapa pedihnya anak-anak yang tidak mendapat kasih sayang orang tua, ditelantarkan dan di sia-siakan. Kita bisa merasakan bagaimana nestapanya anak-anak yang dibesarkan tanpa kasih sayang orang tuanya.


Birrul Walidain; Bakti Pada Orang Tua
Taat kepada Allah diwujudkan dengan kewajiban menjalankan ibadah. Taat kepada orang tua diwujudkan dalam kewajiban berbuat baik kepada orang tua, disebut dengan “Birrul Walidain”.
Syekh Mohammad Abdul Rauf Al-Manawi dalam kitab “At-Ta’arif” (definisi-definisi) menjelaskan bahwa yang disebut dengan “Birrul Walidain” yaitu memperluas kebaikan kepada orang tua, memperhatikan yang disukai orang tua, menghindari yang dibenci orang tua, dan berlaku lembut atau sopan kepada orang tua.
Birrul walidain yang paling tinggi nilainya adalah menyambung silaturrahim dengan keluarga dan orang-orang yang disayangi orang tua. Disebutkan dalam sebuah hadits: “Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: Sesungguhnya birrul walidain yang paling bagus adalah silaturrahim anak kepada orang-orang yang disayang bapaknya. (HR. Muslim)”.
Adapun kewajiban kepada orang tua bisa diwujudkan dalam perlakuan sebagai berikut:
1.      Merawat kedua  orang tua ketika sudah lanjut usia.
2.      Tidak menunjukkan kesalahan dengan kata-kata “ah” atau “uh”.
3.      Tidak membentak dan berlaku kasar.
4.      Mengajak berbicara dengan kata-kata yang memuliakannya.
5.      Lemah lembut kepada mereka dengan penuh kasih sayang.
6.      Mendoakan keduanya supaya tetap dipelihara Allah.
7.      Berjalan dibelakang orang tua.
8.      Tidak duduk sebelum orang tua duduk.
9.      Tidak menyebut nama orang tua, kecuali didahului dengan panggilan kehormatan.
10.  Tidak mengumpat.
11.  Menemaninya dengan baik.
Disebutkan dalam sebuah hadits: “Dari Abu Hurairah berkata: Termasuk hak orang tua atas anaknya, yaitu anak tidak boleh berjalan di depannya, tidak duduk sebelum orang tuanya duduk, tidak boleh memanggil dengan namanya, dan tidak boleh mengundang umpatan untuknya”.

TAAT KEPADA ORANG TUA


Makna Taat
Taat arti terjemahannya adalah patuh. Syekh Muhammad Abdul Rauf Al-Manawi dalam kitab At-Taarif (definisi-definisi) menjelaskan bahwa ada dua definisi taat yang berbeda.
Pertama, taat menurut kaum Muktazilah, yaitu kecocokan dengan kehendak. Maksudnya, menjalankan perintah yang hasilnya cocok dengan yang dikehendaki, walaupun arahannya tidak sesuai. Dalam hal ini, seseorang yang diperintahkan melakukan sesuatu tidak harus mengikuti apa yang sudah diarahkan, yang penting adalah hasil akhirnya sesuai denga yang dikehendaki. Contohnya, seorang bapak menyuruh anaknya untuk membeli buku di toko A, tetapi anak membeli di toko B. jelas di sini, anak tidak mengikuti arahan orang tua, tetapi hasilnya adalah sama dengan yang dikehendaki oleh orang tua/bapak tersebut. Menurut definisi di atas, anak tersebut termasuk anak yang taat kepada orang tua/bapaknya.
Kedua, taat menurut Ahli Sunnah. 1) kecocokan dengan perintah, 2) segala sesuatu yang diridhai dan mendekatkan diri kepada Allah. Maksud definisi pertama adalah melakukan perbuatan sesuai dengan perintah, cocok dengan arahan yang diterapkan. Kerjakan saja sesuai aturan, jangan melanggar walaupun kita belum tahu persisi apa maksudnya, walaupun kita tidak tahu apa tujuannya dan apa hasil akhirnya. Definisi ini tepat untuk ketaatan kepada Allah SWT, shalat misalnya. Ikuti aturannya, walaupun kita belum tahu apa maksud dan tujuannya. Ketika Allah memerintah kepada kita, maka jangan banyak bertanya, jangan mengelak, jangan beralasan, walaupun kita belum tahu maknanya. Jangan seperti kaum Yahudi yang selalu banyak bertanya dengan tujuan mengelak dari perintah Allah. Allah SWT berfirman:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$uô©r& bÎ) yö6è? öNä3s9 öNä.÷sÝ¡n@ bÎ)ur (#qè=t«ó¡n@ $pk÷]tã tûüÏm ãA¨t\ムãb#uäöà)ø9$# yö7è? öNä3s9 $xÿtã ª!$# $pk÷]tã 3 ª!$#ur îqàÿxî ÒOŠÎ=ym ÇÊÉÊÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Maidah: 101)
Adapun maksud dari definis kedua adalah perintah melakukan atau meninggalkan sesuatu. Apapun bentuknya, yang penting sesuatu itu masuk dalam hal yang mendatangkan keridhaan dan mengantarkan pada kedekatan kepada Allah. Definisi inilah yang sangat cocok dijadikan sebagai pedoman ketaatn kepada orang tua atau kepada selain Allah SWT. Dari definisi ini kita memastikan, bahwa untuk menjalankan perintah orang tua sebagai tanda ketaatan kepadanya, anak yang sudah cukup dewasa atau baligh musti tahu  maksud, tujuan, dan tahu arah yang dikehendaki orang tua. Karena bisa jadi, anak yang cerdas akan menghasilkan lebih baik daripada yang diinginkan orang tua. Anak bisa mengerahkan segala kemampuannya kalau tahu maksud yang dituju.

Taat Kepada Orang Tua
Betapa besar kasih sayang dan pengorbanan orang tua kepada anaknya. Sungguh tak terkirakan, dan tak mungkin terbalaskan. Karena itulah Allah SWT menetapkan kepada setiap diri hendaknya berbakti dan taat kepada orang tua. Taat kepada orang tua adalah bagian dari taat kepada Allah SWT.
Seseorang  yang taat menjalankan perintah Allah, tidak mungkin menjadi penentang orang tuanya. Seseorang yang selalu mejalin hubungan dengan Allah SWT dalam bentuk ibadah, tidak mungkin dia akan mengabaikan jalinan dengan orang tuanya. Ketaatan kepada Allah harus diikuti dengan ketaatan kepada seluruh perintah-Nya. Dan taat kepada orang tua adalah perintah kepada Allah SWT. Artinya ketaatan kepada Allah SWT harus disertai dengan ketaatan kepada orang tua.
Taat kepada Allah akan mendatangkan ridha Allah. Taat kepada orang tua akan mendatangkan ridha orang tua pula. Ridha Allah adalah tujuan hidup, dan ridha kedua orang tua memudahkan jalan hidup.


Batas-Batas Ketaatan
Taat kepada orang tua bukan berarti selalu menuruti apa yang menjadi keinginan orang tua. Orang tua harus memperhatikan psikologis anak ketika memerintah. Orang tua juga harus memperhatikan kepatutan perintah ny sesuai dengan umur anak. Bisa saja orang tua menyuruh anak yang berusia 17 tahun membeli bumbu masak ke warung sebelah, tetapi perintah itu sangat tidak pas dengan psikologis anak. Orang tua tidak boleh menyalah artikan “kewajiban taat” bagi anak denga menyuruh melakukan hal-hal di luar batas norma kewajaran dan di luar batas agama. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam maksiat kepada Allah.”
Apapun bentuk perintah yang diberikan orang tua maupu orang lain, kalau sudah masuk dalam hal yang dilarang Allah, kita tidak boleh mentaati perintah itu. Misalnya:
a.    Diperintahkan untuk menyekutukan Allah, atau meninggalkan shalat demi sesuatu hal, mendapatkan sesuatu dengan berbuat zalim.
b.   Disuruh pindah agama atau mengganti keyakinan.
c.    Disuruh datang ke dukun meminta pertolongan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi orang tua.
d.   Disuruh berbohong karena kejahatan yang dilakukan orang tua.
e.    Menjual barang yang diharamkan Allah.
f.     Disuruh mencari pekerjaan/penghasilan dengan cara yang dilarang Allah.
Kalau saja terjadi perbedaan agama antara anak dan orang tua, anak harus  tetap berbuat baik kepada orang tua, anak harus tetap mempergauli orang tua dengan baik.

Manfaat Ketaatan
Sungguh, taat menjadi pilar berdirinya Islam, baik kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada orang tua, maupun kepada pemimpin. Ketaatan menjadi salah satu saham bagi keagungan Islam. Taat menjadi penjaga keselamatan sebagaimana sabda Rasulullah:
“Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW bersabda: Islam itu gabungan dari 10 saham; sungguh akan merugi dan menyesal orang yang tidak memiliki saham sama sekali. Saham pertama adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan itulah agama. Saham kedua adalah shalat, dan itulah fitrah manusia. Saham ketiga adalah zakat, dan itulah pembersih. Saham keempat adalah puasa, dan itulah tameng. Saham kelima adalah haji, dan itulah syariat. Saham keenam adalah jihad, dan itulah perang. Saham ketujuh adalah menyuruh kebaikan, dan itulah komitmen. Saham kedelapan adalah mencegah kemungkaran, dan itulah hujjah (dalil). Saham kesembilan adalah berjamaah, dan itulah kasih sayang (flesibelitas). Saham kesepuluh adalah taat, dan itulah tameng pemelihara.” (Al-Mu’jam Al-Kabir)
Siapa yang taat kepada Allah akan mendapat ridha-Nya. Siapa yang taat kepada orang tua akan mendapat ridha orang tua dan ridha Allah SWT. Ridha orang tua menentramkan hati dan menghantarkan kepada kebahagiaan. Keridhaan orang tua menjadi pembuka rejeki. Keridhaan orang tua melapangkan jalan menuju masa depan yang cerah, meraih cita-cita, meraih sukses, dan selamat. Tidak ada kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT semudah ketika kita berbuat baik kepada orang tua dan mendapat ridhanya. Sebaliknya melawan orang tua atau durhaka kepada orang tua akan menyebabkan hidup tidak tentram, dan usaha tidak lancar. Termasuk dosa yang akan disegerakan azabnya adalah dosa durhaka kepada orang tua. Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Nabi SAW ditanta tentang dosa besar, beliau menjawab: menyekutukan Allah, uququl walidain (durhaka kepada orang tua), membunuh, dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)


DURHAKA KEPADA ORANG TUA (UQUQUL WALIDAIN)


Uququl walidain adalah lawan dari birrul walidain. Uquq bermakna memutuskan hubungan. Disebut uquq, karena terjadinya pembangkangan atau kedurhakaan anak terhadap orang tua itu disebabkan putusnya hubungan, tidak ada silaturrahim yang harmonis, tidak adanya pengertian, sehingga anak menjadi lepas kontrol, lepas kasih sayang dari orang tua. Jika anak yang sudah berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, tetapi orang tua mungkin karena satu dalam lain hal, lalu memutuskan hubungannya dengan anak, maka tidak ada sikap lain dari anak kecuali berdoa dan memohon ampun kepada Allah sambil berusaha terus menjalin hubugan baik dengan orang tua.
Orang tua yang telah memenuhi seluruh hak anak, menjaga dan memelihara, mengasihi dan menyayangi, mengarahkan dan memberikan apa yang diperlukan oleh anak dalam batas yang wajar, dia harus dihormati dan ditaati, titahnya yang sesuai dengan kaidah (definisi kedua) harus dijalankan laksana titah majikan terhadap budak belian. Dalam kondisi seperti itu jika sang anak tiba-tiba karena sesuatu hal berontak dan memutuskan silaturrahim dengan orang tua, mungkin karena pacar atau pergaulan, maka disitulah anak telah masuk ranah “uququl walidain”, durhaka kepada orang tua. Sungguh sangat besar dosanya bagi anak yang durhaka kepada orang tua. Rasulullah SAW bersabda:
“Tiga golongan yang tidak masuk surga, yaitu orang yang memutuskan hubungan dengan orang tua, orang yang masa bodoh (membiarkan keluarga bermain serong), dan laki-laki yang berperilaku wanita (atau sebaliknya)”. (HR. Al-Hakim)
Karena itu silaturrahim menjadi sangat penting, baik ditengah-tengah keluarga maupun ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ingat, tidak ada ketaatan yang disegerakan balasannya didunia ini kecuali silaturrahim. Begitu juga, tidak ada kedurhakaan yang disegerakan sisksanya kecuali durhaka memutuskan tali silaturrahim. Nabi SAW bersabda: “sesungguhnya ketaatn yang disegerakan balasannya adalah silaturrahim”.

Monday, March 18, 2013

RPP BTQ KELAS IX

Download RPP BTQ Kelas IX Semester I

Download RPP BTQ Kelas IX Semester II

Nah, bagi rekan-rekan guru yang ingin memiliki contoh Silabus maupun RPP Mulok BTQ tingkat MTs Kelas VII, VIII, dan IX sebagai acuan dalam mengembangkan silabus maupun RPP di sekolah masing-masing, secara lengkap kami sediakan dan dapat Anda download di sini.